BAB II
PERMBAHASAN
A. Shalat Jum’at
1. Pengertian Shalat Jum’at
Shalat
Jum’at adalah shalat fardhu dua rakaat yang dikerjakan pada waktu Zhuhur
sesudah dua khutbah. Orang yang telah mengerjakan shalat jum’at, tidak
diwajibkan mengerjakah shalat Zhuhur lagi.[1]
2. Hukum Shalat Jum’at dan Dasar Hukumnya
Shalat Jum’at hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang
mukallaf, laki-laki, merdeka, sehat, dan bukan musafir serta dikerjakan secara
berjama’ah. Sebagaimana firman Allah SWT:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ ﴿٢﴾
Artinya : Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. (Al-Jumu’ah: 9)[2]
رُوَاحُ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (متفق اليه)
Arinya : Pergi (ke tempat shalat) jum’at itu wajib
atas tiap-tiap orang yang telah dewasa.
Ada empat
golongan yang tidak dikenakan kewajiban melakukan shalat Jum’at yaitu : hamba
sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah
SAW dalam haditsnya :
الْجُمُعَةِ وَاجِبَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ اِلاَّ عَلَى اَرْبَعَةٍ عَبْدٍ مَمْلُوْكٍ وَامْرَاَةٍ وَصَبِيٍّ وَمَرِيْضٍ (رواه ابوا داود)
Artinya : Shalat Jum’at itu wajib atas setiap muslim,
kecuali 4 golongan yaitu hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit.
(H.R Abu Daud)[3]
Selain itu
hal-hal yang merupakan uzur jama’ah, juga dipandang sebagai uzur dalam
melaksanakan shalat Jum’at.
Orang tua
bangka dan orang lumpuh, tetap wajib melakukan shalat Jum’at jika mereka mendapatkan
pengangkutan, walaupun dengan menyewa ataupun meminjam. Begitu juga dengan
orang buta juga tetap wajib melakukan shalat Jum’at bila ia dapat berjalan
sendiri tanpa kesulitan atau ada orang yang menuntunnya, sekalipun dengan upah.
Dan bagi
orang yang mampu mengerjakannya kemudian ia tinggalkan maka akan dicap sebagai
orang yang munafik, Nabi bersabda :
مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا طَبَعَ اللهُ عَلَى قُلُوْبِهِمْ (رواه ابوا داود والترمليذى)
Artinya : Barang siapa meninggalkan shalat Jum’at tiga
kali karena menganggapnya enteng, niscaya Allah akan menutup mata hatinya.
(H.R. Abu Daud dan Tirmidzy)[4]
3. Syarat-Syarat
Mendirikan Shalat Jum’at
Untuk
sahnya melakukan shalat Jum’at harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. diadakan
dilingkungan bangunan tempat tinggal tetap (wathan);
b. dilakukan dengan
berjama’ah tidak boleh kurang dari 40 orang;
c. dilakukan pada
waktu Zhuhur, dalilnya adalah :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يٌصَلِّى الْجُمُعَةَ حِيْنَ تَزُوْلُ الشَّمْسِ (رواه بخارى)
Artinya : Rasulullah SAW melaksanakan shalat Jum’at
ketika matahari tergelincir. (H.R. Bukhari).
كُنَّا نُصَلِِّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجُمُعِةَ اِذَا زَالَتِ الشَّمْسِ ثُمَّ نَرْجِعُ فَنَتْبَعُ الْفَيْءَ اَيْ ظِلَّ الحيطان
Artinya : Kami shalat dengan Rasulullah SAW ketika
matahari tergelincir, kemudian kami pulang dengan mengikuti bayang-bayang
tembok. (H.R. Muslim).
d. dua khutbah
sebelum shalat;
Keharusan
khutbah pada shalat Jum’at itu dapat diketahui dari hadits Jabir Ibn Samurah
ra:
اَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ خُطْبَتَيْنِ يَجْلِسُ بَيْنَهُمَا وَكَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا
Artinya : Bahwasanya Rasulullah SAW selalu berkhutbah
dua kali pada hari Jum’at, duduk di antara keduanya, dan ketika berkhutbah
dengan berdiri.
4. Sunnat Jum’at
Sunnat-sunnat Jum’at antara lain:
a. mandi;
Orang yang akan melakukan shalat Jum’at disunnahkan mandi sesuai dengan
anjuran Nabi SAW dalam haditsnya :
اِذَا اَتَى اَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ
Artinya : Apabila seseorang kamu akan mendatangi shalat
Jum’at maka hendaklah ia mandi. (H.R. Syaikhani).
مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنعمت وَمَنِ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ اَفْضَلُ
Arinya : Barang siapa berwudhu’ pada hari Jum;at maka
itu sudah baik, namun siapa yang mandi maka itu lebih baik.
b. membersihkan tubuh dari segala bau yang tidak
enak:
c. memotong kuku dan
kumis;
d. memakai pakaian
yang terbaik (terutama yang putih);
e. memakai
wangi-wangian;
f. berdiam diri
sambil mendengarkan khutbah.
Para ulama
berbeda pendapat tentang hukum berkata-kata pada waktu imam menyampaikan
khutbah, Imam Malik dan Abu Hanifah mengatakan hukumnya haram berdasarkan :
b. ayat Al-Qur’an
:
Artinya : Dan apabila dibacakan Al-Qur’an maka
dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang. (Al-A’raf: 204)
2. Hadits :
اِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاْلاِمَامُ يَخْطُبُ اَنْصِتْ فَقَدْ لَغَوْتَ
Artinya : Bila engkau mengatakan ‘diamlah’ kepada
temanmu di hari Jum’at, ketika imam sedang berkhutbah, maka sesungguhnya engkau
telah berbuat sia-sia. (H.R. Bukhari).
Sedangkan
Imam Syafi’I dalam Qawl Jadid-nya berpendapat bahwa berdiam diri itu adalah
sunnah dan tidak haram berkata-kata pada saat khutbah berlangsung.
5. Khutbah Jum’at
Shalat
Jum’at ialah perkataan yang mengandung mau’izhah dan tuntunan ibadah yang
diucapkan oleh khatib dengan syarat yang telah ditentukan syara’ dan menjadi
rukun untuk memberikan pengertian para hadirin, menurut rukun dari shalat
Jum’at.
Khutbah
Jum’at terbagi menjadi dua yang antara keduanya diadakan waktu istirahat yang
pendek dan khutbah ini dilakukan sebelum shalat.[5]
Adapun
syarat-syarat dua khutbah Jum’at ada tiga belas.
a. Yang berkhutbah
harus laki-laki.
b. Yang berkhutbah
bukan orang yang tuli, yang tidak dapat mendengar sama sekali.
c. Khutbah harus
dilakukan dalam bangunan yang digunakan shalat Jum’at.
d. Suci dari hadas
besar dan hadas kecil.
e. Badan, pakaian dan
tempat khatib harus suci dari najis.
f. Menutup aurat.
g. Berdiri di waktu
melakukan khutbah itu bagi yang berkuasa.
h. Duduk antara dua
khutbah dengan istirahat yang pendek.
i. Berturut-turut
antara kedua khutbah itu dengan shalat.
j. Berturut-turut
antara kedua khutbah itu dengan shalat.
k. Suaranya keras
sehingga dapat didengar oleh paling sedikit 40 orang pengunjung mesjid.
l. Khutbah dilakukan
di waktu Zhuhur.
m. Rukun-rukun khutbah
itu harus dengan bahasa Arab.[6]
Adapun rukun-rukun khutbah Jum’at ada 6.
a. Memuji Allah pada
tiap-tiap permulaan dua khutbah, sekurang-kurangnya membaca hamdalah.
b. Mengucapkan
shalawat atas Rasulullah SAW dalam kedua khutbah itu, sekurang-kurangnya, وَالصَّلاَةُ عَلَى الرَّسُوْلِ , artinya “Dan shalawat atas
Rasulullah SAW”.
c. Membaca
syahadatain (dua kalimat syahadat).
d. Berwasiat dengan
taqwallah, yakni menganjurkan agar taqwa kepada Allah pada tiap-tiap khutbah,
sekurang-kurangnya اِتََّّقََُوااللهَartinya takutlah kamu kepada Allah.
e. Membaca ayat
Al-Qur’an barang seayat di salah satu kedua khutbah itu dan lebih utama di
dalam khutbah yang pertama.
f. Memohonkan
ampunan bagi kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat.[7]
Adapun sunat-sunat khutbah Jum’at antara lain.
a. Khatib berdiri di
atas mimbar atau tempat yang tinggi.
b. Memberi salam
kepada hadirin dan menghadap kepada yang hadir.
c. Khatib berpegang
sebuah tongkat atau panah dan atau yang serupa dengan itu.
d. Duduk istirahat
sejenak sesudah mengucapkan salam.
e. Hendaklah fasih
dan keras suaranya, agar yang mendengarkannya paham akan kata-kata yang
diucapkan.
f. Hendaklah khutbah
itu lebih pendek dari shalat.
g. Khutbah hendaknya
disudahi dengan permohonan ampunan kepada Allah, dan yang lebih pada khutbah
kedua.
h. Supaya jangan ada
seorangpun yang berkata-kata ketika khutbah sedang dibaca.
i. Supaya khatib
masuk ke mesjid ketika khutbah akan dimulai dan gugurlah dari padanya sunat
tahyat mesjid.
j. Membaca surat
Al-Ikhlas di waktu duduk antara dua khutbah